[REVIEW] NOVEL JIKA KITA TAK PERNAH JADI APA-APA

2 komentar

Sinopsis Novel Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-apa

Apa yang membuat kamu hari ini khawatir? Akankah harus memikirkannya dari sekarang? Dapatkah kita pikirkan dengan logika sendiri? Segala yang meresahkan, termasuk tujuan masa depan, hanya dapat kita angankan dan harapkan, selebihnya adalah pasrahkan. 

Steve Jobs tidak bangun dari tidurnya lalu berkata,”Aku akan membuat Apple!”
Lihat, mereka juga bermula dari, “Tapi, aku nggak tahu mau jadi apa.” Namun, mereka melakukan sesuatu dan menekuninya.

Steve Jobs tidak bangun dari tidurnya, lalu berkata “Aku akan jadi penemu Apple.” Seperti orang-orang lain, dia memulai kisahnya tanpa tahu apa-apa. Buruknya lagi, dia tersesat dalam jurusan kuliah yang dia bahkan tak tahu apakah ada arti untuk-nya. Tak tahu mau jadi apa. Tak tahu apakah kuliah ini bisa membantunya. Steve Jobs merasa tak enak hati menghabiskan uang orangtuanya untuk kuliah. Jadi, dia memutuskan untuk keluar. Tanpa tahu akan jadi apa. Namun, bukan berarti dia berhenti belajar, di tetap belajar. Mempelajari hal-hal yang bisa dia pelajari. Mengambil kelas-kelas yang bisa diambilnya. Di sana Steve Jobs belajar kaligrafi, belajar tentang jenis huruf serif dan sans-serif menentukan celah yang tepat untuk setiap huruf dan hal-hal teknikal seputar tipografi. Steve Jobs menekuninya tanpa tahu akan jadi apa. Memang, ini tak ada hubunganyya dengan Apple. Namun, sepuluh tahun kemudian, saat Steve Jobs dan rekannya hendak mendesai Macintosh pertama, seluruh pelajaran yang dia dapatkan sepuluh tahun lalu di kelas kaligrafi ini menginspirasinya untuk membuat komputer dengan tipografi paling indah. Bahkan, jejak-jejak itu masih bisa kita rasakan pada awal peluncuran iPhone. Dia tak tahu mau jadi apa, tetapi dia mencoba ini itu, mempelajari ini itu. Mungkin, dia bahkan lupa bermimpi. Yang dia lakukan hanya melakukan apa yang dia lakukan. Benar-benar menekuninya. Dan jadilah dia seperti hari ini, Steve Jobs yang kita kenal.

Detail Buku

Judul Buku          : Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-Apa    
Penulis                  : Alvi Syahrin
Tahun Terbit        : 2019
Penerbit                : Gagas Media
Jumlah Halaman : 236 halaman
ISBN                    : 978-979-780-948-5

Cover Novel  Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-apa

Cover Novel tampak depan

Pertama kali saya menemukan novel yang berjudul Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-Apa dari social medianya penulis Kak Alvi Syahrin beberapa bulan lalu viral yang membuat aku tertarik untuk membacanya dan novel  ini yang pertama aku baca di awal tahun 2021. Buku dengan ukuran Panjang, lebar dan tebal yang asik buat dipegang. Warna cover-nya Favorite banget, hitam. Buku dengan sampul berlatar hitam dan huruf berwarna kuning cerah itu memberikan pemahaman bahwa kita tetap harus berjalan penuh semangat bila tidak menjadi apa-apa.

Awal mula membaca tiap bab yang dimulai dari kisah ‘Perjuangan’ saat SMA-Kuliah-Mencari Kerja, kita tidak merasa relate karena telah melawati hal tersebut. Tapi justru untuk aku, tulisan diawal justru mengingatkan semua perjuangan aku. 

Cover hal depan

Di Novel ini menceriakan tentang bagaimana mengatasi masalah-masalah yang hadir di kehidupan. Berisi tentang asa yang tetap harus berkobar walaupun tidak sesuai ekspektasi dan rencana.  Berbicara masalah mau jadi apa dan siapa, hal ini bisa dibilang merupakan perkara yang mudah. Yup, sangat mudah diucapkan dulu ketika masih kecil. Berbeda dengan kenyataan sekarang, yang mulai memikirkan masa depan, mau jadi apa dan siapa? Setelah cukup dewasa akhirnya banyak mengerti dan belajar bahwa menjadi dewasa itu tidaklah mudah, rasanya terkadang ingin kembali ke masa kecil.

Tapi memang untuk sebagian besar kasus, dewasa itu adalah proses pembelajaran buat keberlangsungan hidup kita kedepannya untuk menjadikan kita sebagai manusia yang bisa lebih kuat dan tegar untuk menerima adanya sedikit lonjakan dan krikil – krikil kecil yang menghantam kehidupan, dan itu semua gak mudah.

Masalah ini berkaitan banget dengan cita – cita kita sekarang mau jadi apa? Setelah dipikirkan dengan sangat matang dengan berbagai pemikiran sudut pandang orang yang berbeda-beda dan mungkin bisa jadi ada segelintir orang yang melakukan riset terkait jenis pekerjaan yang bisa menjadi referensi bagi seseorang. Salah satu dari teman kita beranggapan bahwa menjadi dokter dan pilot bukanlah cita-cita kita lagi, bahkan mungkin bisa jadi kita tidak memiliki cita-cita terhadap jenis pekerjaan apa yang kita mau dapatkan, karena mengingat bahwa kehidupan ini terlalu realistis.

Ingin menjadi seorang pekerja kantor yang hanya tinggal duduk dan dapat menerima gaji setiap bulannya, terlihat keren dan memiliki penghasilan yang tetap atau ingin menjadi PNS yang mana kehidupannya sangat terjamin oleh pemerintah bahkan sampai dimasa pensiunnya atau memilih untuk menjadi pengusaha, karena kita yang nantinya menjadi bos sendiri tanpa harus menerima tekanan atau mungkin bentakan dari atasan. Kembali lagi bahwa segala sesuatunya memiliki sudut pandang dibalik layar masing-masing yang kita gak tau apa yang sebenernya mereka alami. Kita tidak pernah tau bahwa yang terlihat oleh kita baik-baik saja belum tentu sesuai dengan kenyataan yang ternyata berbanding terbalik dari apa yang kita pikirkan selama ini. Didunia ini, tidak ada yang sempurna untuk itu akan lebih tidak baik lagi jika kita tak pernah jadi apa-apa.

Berikut kutipan yang ada di novel Jika kita tak pernah jadi apa-apa

Perihal Kuliah

Jadi, aku ingin menambahkan: kuliah penting, tetapi tak menjamin kesuksesan seseorang. Namun, daripada tak melakukan apa-apa, mengapa tak memilih belajar dengan cara yang telah diakui? (hlm. 49)

Perihal Waktu

Sebagaimana hendak memetik buah, kita tak bisa menjadikan waktu sebagai satu-satunya faktor. Saat hendak memetik apel, kita perlu melihat warna kulitnya, warna di dekat lekukan batangnya, rasanya, dan kelembutannya. Namun, waktu juga jadi faktor penting. Terlalu lama dipetik bisa jadi terlalu matang nantinya. Terlalu lama dibiarkan bisa membusuk. (hlm. 105)

Perihal Anak Pertama

Mereka, anak-anak pertama, jadi begitu kritis menilai berbagai kekurangan yang ada dalam rumah ini. Namun, anak-anak pertama sering kali lupa bahwa kita tinggal di dunia yang tak sempurna; diisi oleh orang-orang tak sempurna; tetapi, menuntut kesempurnaan. (hlm. 114)

Perihal Uang

Iya, uang bikin senang. Iya, uang adalah kebutuhan. Iya, uang bisa memberi kita kesempatan lebih luas untuk membeli ini-itu, mencoba pengalaman-pengalaman baru. Tetapi, sampai jadi definisi kebahagiaan? Sampai jadi pemberi rasa tenang di hati? Rasanya sudah kelewatan. (hlm.167)

Perihal Sukses di Usia Muda

Mereka yang sukses di usia muda pasti ada alasan di balik itu. Pasti ada alasan mengapa mereka yang terpilih sukses di usia muda, bukan kita. (hlm. 176)

Kesimpulan

Jadi pesan dalam salah satu novel ini adalah apapun yang kamu lakukan jalani, syukuri, dan nikmati. Semua punya jalannya masing-masing, tidak perlu mengkhawatirkan yang tidak perlu dikhawatirkan, semua sudah memiliki porsinya masing-masing.

“Mungkin, hari ini, kamu ditolak. Tetapi, nanti, akan ada satu hari spesial. Yang membuatmu bergumam, “oh ini toh hikmahnya.” Lalu, semuanya menjadi terang dan indah. Sabar, butuh waktu.” (hlm 10) ~ Alvi Syahrin

Agar tidak merasa cemas dengan masa depan alangkah lebih baiknya nikmati saja masa yang sekarang ini. Jika kita sekarang gagal, yaa diperbaiki, cari tau apa yang salah. Jika kita berhasil, yaa dipertahankan lagi dengan cara berhati-hati dalam bertindak dan mengambil dalam setiap keputusan.

Masa depan itu suatu hal yang tidak pasti, dari pada overthinking duluan lebih baik kita fokus dan nikmati masa yang sekarang. Jalani semuanya dengan berusaha maksimal dan berserah diri pada hasil apa yang akan kita dapatkan nantinya.

Novel ini memang menceritakan keresahan kita terhadap masa depan yang belum dapat dipastikan. Setidaknya mungkin akan ada sedikit pencerahan jika kalian membaca novel ini. Karena mengingat bahasa yang digunakan juga sangat mudah dipahami dan penulis memberikan gambaran yang related dan terus mengeksplor segala bentuk keresahan-keresahan yang pada umumnya pernah dialami oleh hampir semua orang. Akan ada bagian-bagian dimana kita merasa bahwa saat membaca buku ini kita merasa bahwa kalimat-kalimat tersebut  pantas dan tepat atas penggambaran cerita yang terjadi. Terima kasih sudah menuliskan buku ini Jika Aku tidak pernah jadi apa-apa aku yakin ada masa depan indah untuk aku dan teman-teman yang sudah membacanya.

Rate   : 4.5/5 🌟🌟🌟🌟🌟

Selamat membaca buat kalian :) :)
Terimakasih sudah membaca reviewnya sampai diakhir, semoga suka. komentar dan saran kalian sangat author tunggu :)









Alfiyatun Rochmah
Hello, I'm Alfiya, majoring in accounting in the Computerized Accounting study program at Semarang State Polytechnic. This blog is about my experiences in school, relationships, travel and personal blogs. Most of the content on this blog will be written in Indonesian. Be Enjoy Guys!

Related Posts

2 komentar

Posting Komentar